Prolog....
“CINTA”.
Menurut matematikawan, cinta itu ibarat tan 900 = ~, karena cinta
itu tak terhingga adanya. Kalau kata fisikawan, cinta itu bagaikan gerak lurus
beraturan (GLB) yang memerlukan energi(N).
Tapi
di mataku, Lazhananta Putri Aditama, cinta itu ibarat buku, di halaman pertama
aku tulis nama Tuhan dan orang tuaku karena berkat cinta merekalah aku ada dan
hidup di dunia. Di halaman selanjutnya aku tulis nama teman-teman dan orang-orang
yang menyayangiku karena dengan cinta mereka aku menjalani hari-hariku. Lalu
aku buka sampai bagian tengah yang mudah ku sobek untuk dibuang, di sana aku
tulis nama musuh-musuh dan orang-orang yang pernah menyakitiku karena berkat
kebencian merekalah aku dapat lebih memahami bahwa cinta itu sungguh berharga.
Dan di halaman terakhir aku menulis namanya, karena dia adalah orang pertama dalam hidupku, yang mengenalkan kepadaku
hakikat untuk mencintai dan aku harap dia
jugalah orang yang akan menemaniku hingga akhir cerita cinta dalam buku
kehidupanku.
Lazha,
begitulah orang memanggilku. Saat ini aku mempunyai sebuah buku cerita
kehidupanku dan aku ingin membagikan cerita itu padamu juga pada semua orang.
Cerita itu tentang cinta pertamaku.
Antara
awal dan akhir....
Cinta pertamaku adalah sebuah ketidak
pastian.
Aku adalah seorang murid SMA yang
biasa-biasa saja. Tidak cantik, tidak populer, tidak cerdas, dan juga tidak
kaya, jadi bisa dikatakan bahwa tidak ada yang bisa di banggakan dari diriku.
Namun kawan, mungkin kau dan banyak orang lainnya akan iri bila aku katakan
bahwa cinta pertamaku adalah sosok cowok tampan yang selalu menjadi bintang di
SMAku. Bintang yang selalu bersinar di setiap hal yang dia lakukan. Basket dan
olipiade matematika adalah keahliannya, sedangkan ketua OSIS adalah jabatannya.
Tapi ROHIS adalah organisasi yang tidak pernah dia tinggalkan.
Bintang yang selalu bersinar di sekolah
juga di hatiku itu bernama Orion. Ya...hanya Orion, tidak lebih juga tidak
kurang. Kawan, jika ada yang bilang kalau nama adalah do’a maka, do’a orang tua
Orion pastilah sudah terkabul karena
harapan mereka untuk mendapatkan anak yang bersinar terang seperti rasi bintang
Orion sudah mereka raih. Dan kini bintang yang bersinar itu menjadi milikku dan
hanya milikiku seorang sejak dia mengatakan bahwa dia menyukaiku.
Aku tidak pernah tahu mengapa dia
memilihku. Dia bisa mendapatkan yang lebih baik dari diriku yang serba biasa
dan tidak dapat dibanggakan. Namun, setiap kutanyakan padanya “mengapa kau memilihku?” maka dia hanya akan
diam dan menundukan kepalanya dan akhirnya memberikan seulas senyum simpulnya
yang manis dan menenangkan jiwa sebagai jawaban. Dan hingga saat inipun, aku
belum pernah bisa mengartikan apa makna di balik senyum yang selalu meluluhkan
hatiku itu.
Tapi jika ada yang bertanya “mengapa aku menyukainya?” maka jawabanku
bukanlah karena sinar kebintangannya yang begitu terang ataupun wajahnya yang
tampan juga bukan karena senyumnya yang selalu menenangkan hati dan jiwaku. Mungkin
kau dan semua orang akan mengatakan bahwa jawabanku klise dan munafik. Tapi aku
menyukainya karena dia adalah dirinya. Aku menyukai kesederhanaan dalam dirinya
juga sikapnya yang selalu tenang dalam setiap keadaan. Aku menyukai kesabarannya saat mengajariku
logaritma, listrik statis juga bilangan Avogadro. Aku menyukai sikapnya yang
selalu membuatku merasa spesial, seperti pagi ini saat aku terbangun dari tidurku
dan mendapat sebuah pesan singkat yang begitu manis darinya,,,
Apa
kabar hati?
Masihkan
ia embun? Meruduk tawadu’ di pucuk-pucuk daun
Masihkah
dia karang? Berdiri tegar menghadapi gelombang ujian
Apa
kabar iman?
Masihkah
dia bintang? Yang benderang menerangi kehidupan
Apa
kabar sayangku?
Di
manapun engkau berada, semoga ALLAH SWT. Senantiasa menjaga dan melindungi
dirimu, hatimu dan imanmu
Amin....
Seperti inilah keindahan hari-hari yang
aku jalani selama dia ada di sampingku. Meskipun selalu ada guratan-guratan hitam
yang mewarnai perjalanan kisah cinta pertamaku, seperti bisikan-bisikan iri
dari teman-teman yang tidak dapat melihat kami jalan berdua dengan bahagia, dan
cekcok-cekcok kecil yang terjadi karena perbedaan pendapat juga rasa cemburu
yang ada. Namun aku dan bintangku bisa mengatasinya dengan baik. Ya...inilah
cerita cinta anak remaja yang baru aku rasakan di banggku SMA.
Semua hal terasa manis jika kita
menikmatinya dengan penuh rasa cinta. Itulah yang selalu aku rasakan saat aku
bersama bintangku. Namun semua rasa manis itu harus berakhir saat aku dan
bintangku memutuskan untuk mengakhiri kisah cinta yang manis ini. Sakit memang.
Tapi juga ada rasa bahagia dan bangga ketika hubungan ini berakhir. Karena dia, bintang yang selalu bersinar di
hatiku, mengakhiri hubungan kami karena ingin fokus pada beasiswa yang dia dapatkan.
Aku terima semuanya, karena aku tidak ingin menjadikan cintaku sebagai alasan
untuk mengekang harapannya untuk sukses.
Hingga kini, aku masih mengingat
kata-kata perpisahan yang dia ucapkan di pertemuan terakhir kami. “Aku adalah mentarimu, jadi meskipun bulan
dan bintang menemanimu di saat malam tetap saja mereka hanya memantulkan
sinarku dan kamu tidak harus menungguku tetapi cukup untuk kamu tahu bahwa
suatu saat nanti mentari ini akan kembali untuk menyinari hari-harimu lagi ”.
Epilog....
Kini, aku telah beberapa kali mencoba
untuk menikmati cinta lain yang aku temui. Namun seperti kata Orion, mereka
hanyalah bulan dan bintang yang hanya sekedar memantulkan sinar mentari, karena
hingga saat ini pun aku mesih menyimpan sedikit harapan di lubuk hatiku yang
suram bahwa Orion akan menepati janjinya untuk kembali padaku.
Tapi di sinilah aku sekarang, dengan
hati bergetar menunggu kabar yang tidak kunjung datang.
“Lazha...acara akad nikahnya lancar.
Selamat kamu sekarang sudah resmi menjadi nyonya Ares Putra Rendrawan.”
Ya....seperti inilah caraku mengakhiri
semua kisah cintaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar